Festival Nasional Musik Tradisi Anak-Anak 2009



Liputan6.com, Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menggelar festival nasional musik tradisional anak-anak 2009 di Gedung Kesenian, Jakarta, Kamis (2/7). Dalam festival yang diikuti perwakilan dari berbagai provinsi ini, para peserta bernyanyi, menari, dan memainkan alat musik dari daerah masing-masing. Selain menghibur, acara ini juga memberikan pesan agar anak-anak Indonesia selalu menciptakan kedamaian dan menghindari tawuran. Anak anak ini berharap festival akan terus di lestarikan sehingga bisa menambah wawasan mereka tentang budaya Indonesia. Simak selengkapnya dalam video berita ini.(IAN)

***

Children now, leader tomorrow. Itulah salah satu frase yang sering kita dengar mengenai anak-anak. Konon, anak-anak adalah generasi penerus. Generasi penerus itu harus disiapkan sedemikian rupa sehingga mereka dapat meneruskan tongkat estafet kelangsungan hidup suatu masyarakat.

Seperti telah diberitakan oleh beberapa media, salah satunya adalah yang saya kutip di atas, bahwa Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menyelenggarakan Festival Nasional Musik Tradisi Anak-Anak 2009 di Gedung Kesenian Jakarta pada tanggal 2 - 4 Juli 2009. Festival itu menyuguhkan berbagai pertunjukan musik tradisi anak dari berbagai pelosok negeri. Kontingen dari Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa Tengah, Jambi, Bali dan Sumatera Utara adalah beberapa yang telah tampil dalam rangkaian pembukaan festival tersebut pada hari Kamis (2/7) kemarin.

Musik tradisi anak yang ditampilkan, menurut pengamatan saya, adalah hasil garapan para praktisi musik tradisi dari setiap daerah. Akarnya adalah musik tradisi yang telah ada yang kemudian diramu dengan segenap kreativitas sehingga menampilkan varian baru dalam genre musik tradisi suatu daerah atau etnik. Sebut saja gordang dari Sumatera Utara, kuda mainan dari pelepah pisang milik anak-anak Jawa (Tengah) dan Kecak-nya Bali. Kreatif sekali memang.

Hajatan milik Direktorat Tradisi, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film (NBSF), Depbudpar ini, saya pikir, mengandung semangat yang kurang lebih seperti yang saya kemukakan pada paragraf pembuka di atas, yaitu bahwa festival ini digelar dalam rangka menumbuhkan kecintaan anak-anak Indonesia terhadap kebudayaan mereka, khususnya musik tradisi, dan memupuk rasa kebangsaan dengan cara saling mengenal kebudayaan teman-teman mereka dari seluruh pelosok Indonesia. Hal tersebut mendorong pada penguatan jati diri bangsa dan nasionalisme. Itu adalah salah satu bekal yang harus dimiliki anak-anak Indonesia agar mereka siap untuk meneruskan perjalanan negeri ini.

Dari sudut lain, saya melihat pentingnya acara seperti ini karena rasa muak saya terhadap, yang saya sebut, permainan populer anak (popular children's games). Rasanya begah menyaksikan anak-anak berkumpul di warung internet (warnet) dan di rental PS (Play Station) menekan-nekan joystick atau keyboard komputer sambil berteriak-teriak "mampus!", "an##ng!" atau "sialan!". Miris sekali mengetahui bahwa yang mereka pandangi di monitor-monitor itu adalah adegan-adegan saling tembak, saling pukul, saling serang, saling hancurkan dan adegan-adegan kekerasan lainnya. Saya rasa tidak ada nilai kebaikan dari apa yang mereka lakukan. Tidak ada nilai sportivitas dan kejujuran karena mereka justru bisa menggunakan cheat dapat memenangkan permainan. Permainan populer itu juga mendorong pada konsumerisme. Anak-anak harus menghabiskan uang banyak untuk dapat bermain game seperti itu bahkan ada anak yang merasa harus memiliki alat permainannya, yang harganya jelas jutaan rupiah.

Kangen rasanya terhadap masa kecil saya; bermain oray-orayan, bebentengan dan susumputan di bawah langit malam yang syahdu atau bermain gatrik dan gobag di sore hari yang tenang. Permainan tradisi yang sederhana, tidak perlu membeli alat apapun. Kita jadi tertawa, berlari atau saling saling menggendong; aktivitas yang baik karena mengolah fisik (termasuk olah raga) dan berefek relaksasi.
"Terjerumusnya" anak-anak kita, meskipun saya belum menjadi seorang bapak, ke dalam hal, yang bagi saya merisaukan, itu tidak dapat kita persalahkan pada anak-anak itu. Kitalah para orang tua yang terlalu sibuk memikirkan masalah ekonomi, hal yang krusial memang, sehingga kita lalai terhadap regenerasi dan kaderisasi. Hal yang anak-anak tahu adalah kesenangan, maka tugas orang tua adalah mengarahkan anak-anak untuk mendapatkan kesenangan mereka dengan cara-cara terbaik, tidak asal senang tetapi harus mendidik. Dalam rangka itu, para orang tua seharusnya sadar untuk memberikan ruang bermain bagi anak-anak, baik itu indoor maupun outdoor. Tahanlah nafsu untuk membangun gedung-gedung atau bangunan lain yang berorientasi ekonomi. Biarkanlah lahan kosong itu menjadi lapangan tempat anak-anak bermain bola, ayunan, dan aktivitas permainan lainnya.

Indah sekali rasanya mendengarkan rythm musik tradisi yang dimainkan anak-anak kemarin. It's so Indonesia. Indonesia banget. Rasanya lebih keren jika anak-anak kita tidak gagap budaya (gapbud). Anak-anak kita harus tahu, kenal dan bahkan seharusnya termasuk dalam pendukung tradisi bangsa mereka. Tidak perlu menjadi kampungan untuk menyukai dan melestarikan budaya, atau dalam hal ini musik tradisi.

Waktu memang bergulir, jaman memang berubah, trend pasti berganti dan kebudayaan mau tidak mau saling bersentuhan dan mempengaruhi. Kita berada di dalam hal semua itu. Namun, jangan biarkan waktu, jaman dan trend mendikte kita. Kebudayaan itu dinamis, cair. Kita tidak perlu ikut-ikut kebudayaan orang yang katanya "modern" atau maju. Kebutuhan kita akan menuntun pada "modernitas" kita sendiri. Hal yang harus kita lakukan adalah berakselerasi dan mengupayakan penyesuaian agar kita tidak dianggap tertinggal dan tidak dibodohi oleh bangsa lain. Kita harus menguasai apa yang bangsa lain kuasai tetapi itu tidak berarti kita meninggalkan luhurnya budaya kita. Kita bisa "modern" dan "maju" tetapi tetap Indonesia banget.

Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban kelalaian kita yang larut dalam "modernitas" Barat, yang tidak sepenuhnya dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Anak-anak memiliki hak-hak dan kemerdekaan untuk mendapatkan permainan dalam rangka kesenangan, mengisi masa kanak-kanak mereka yang hanya sekali seumur hidup itu. Namun, tugas adalah tugas orang tua untuk mengarahkan agar anak-anak mendapat kesenangan dengan cara-cara yang baik dan bermanfaat. Ingat, banyak hal dalam kebudayan kita yang unggul, termasuk dalam hal musik tradisi dan permainan anak-anak. Manfaat dari mengenalkan anak-anak kepada budaya bangsa Indonesia adalah untuk memperkuat jati diri bangsa dan memupuk nasionalisme.

Komentar

Postingan Populer